TEKNOLOGI HT pada Core i7 Extreme Edition bermanfaat ketika prosesor itu digunakan menjalankan aplikasi yang mendukung HT.
Pada masa krisis seperti ini, sebagian besar konsumen di Indonesia tentu berpikir dua kali untuk membeli PC (personal computer). Bahkan mungkin ketika hendak membeli notebook mini (netbook) yang berharga sekitar USD500 (sekitar Rp6 juta).
Namun, baru-baru ini produsen prosesor terbesar dunia Intel Corp merilis prosesor yang diklaim sebagai prosesor tercepat di bumi. Namanya Core i7 Extreme Edition. Di Indonesia, prosesor tersebut sudah dipasarkan. Harganya berkisar USD1.300 (sekitar Rp16 juta) per keping.
Konsumen biasa tentu terkaget-kaget apabila ditawari prosesor itu. Betapa tidak? Sebab, harga Core i7 Extreme Edition setara dengan harga sebuah notebook kelas menengah. Tetapi, Intel memang hanya membidikkan Core i7 Extreme Edition kepada konsumen yang menggilai kinerja.
Untuk membuktikan keunggulan kinerja Core i7 Extreme Edition, Intel Indonesia Corp baru-baru ini melakukan sebuah demonstrasi. Di kantor Intel Indonesia di Jakarta, Core i7 Extreme Edition diadu dengan prosesor tercepat Intel generasi sebelumnya, yaitu Core 2 Extreme.
Bagaimana hasilnya? Dalam beberapa kasus, Core i7 Extreme Edition mampu mengungguli Core 2 Extreme. Namun, dalam kasus yang lain, Core i7 Extreme Edition ternyata kalah dari Core 2 Extreme. Keunggulan, sekaligus kelemahan pada Core i7 Extreme Edition adalah teknologi Hyper-Threading (HT) yang ditanam Intel ke dalam prosesor itu. Pada Core 2 Extreme, teknologi HT tidak tersedia.
Channel Platform Manager Intel Indonesia Corp David Tjahjadi mengungkapkan, diperlukan dana paling sedikit USD4.000 (sekitar Rp49 juta) untuk membangun PC yang mampu mengoptimalkan seluruh kemampuan Core i7 Extreme Edition. Perlu diingat, biaya USD4.000 tersebut belum termasuk dana untuk membeli monitor. PC seperti itu pun sudah ada di Indonesia.
Paling tidak di kantor Intel Indonesia ada satu unit. PC itu memiliki prosesor Core i7 Extreme Edition empat inti komputasi (quadcore) berkecepatan 3,2 GB, RAM 16 GB,VGA 2 GB, dan HDD 250 GB. Kembali ke pengujian.
"Adu domba" antara Core i7 Extreme Edition dan Core 2 Extreme dilakukan langsung oleh David. Tugas pertama adalah rendering (pengeditan) video. Ada sebuah file video berekstensi MTS sebesar 119 MB yang hendak diberi efek. Aplikasi yang digunakan adalah PowerDirector 7 produksi CyberLink Corp.
Hasilnya, Core i7 Extreme Edition mampu menyelesaikan tugas dalam waktu tujuh menit. Ada pun Core 2 Extreme baru mampu menyelesaikan tugas itu dalam waktu 16 menit. Di sini jelas Core i7 Extreme Edition jauh lebih cepat karena prosesor itu didukung teknologi HT dan PowerDirector 7 sudah mendukung HT.
Tugas kedua adalah membuat grafis tiga dimensi dengan aplikasi POV-Ray produksi Persistence of Vision Raytracer Pty Ltd. Cukup mengejutkan, kecepatan Core i7 Extreme Edition dalam menyelesaikan tugas ini ternyata kalah tipis dari Core 2 Extreme. Penyebabnya mungkin POV-Ray belum mendukung teknologi HT pada Core i7 Extreme Edition.
Tanding ulang pun dilakukan. Kali ini teknologi HT pada Core i7 Extreme Edition dimatikan. Hasilnya, Core i7 Extreme Edition ternyata mampu menghasilkan kinerja lebih baik dalam menjalankan POV-Ray.
Akibatnya, rekor kecepatan yang semula dipegang Core 2 Extreme berpindah ke Core i7 Extreme Edition. Perlu dicatat, dalam uji coba itu fitur Turbo Boost pada Core i7 Extreme Edition dimatikan. Fitur Turbo Boost memungkinkan Core i7 Extreme Edition otomatis menyesuaikan clock speed dengan beban kerja. Ketika beban kerja sedang besar, maka Turbo Boost menaikkan clock speed Core i7 Extreme Edition agar tugas selesai lebih cepat.
Dalam uji coba ini, fitur Turbo Boost Core i7 Extreme Edition dimatikan agar prosesor itu bekerja pada clock speed yang sama dengan Core 2 Extreme yang ditantangnya. Pada saat yang sama, Core 2 Extreme menjalani overclock (peningkatan clock speed) dengan harapan kecepatannya mampu menyamai Core i7 Extreme Edition.
Pengujian ketiga dilakukan menggunakan game. Core i7 Extreme Edition digunakan untuk menjalankan game laga-petualangan "Far Cry 2" produksi penerbit game Prancis Ubisoft Entertainment SA.
Sebelum permainan berlangsung, detail grafis "Far Cry 2" lebih dulu di-setting pada parameter ekstrem. Yaitu "Very High." Hasilnya, Core i7 Extreme Edition ternyata mampu menjalankan sempurna game tersebut tanpa ada gejala putus-putus. Grafis pun tampil sempurna. Debu mobil, asap ledakan, bahkan api kebakaran tampil halus dan kontras seperti nyata. Dengan prosesor lain, grafis dengan detail setinggi itu mungkin tidak akan muncul.
Atau jikalau pun muncul tentu gambar tampil putus-putus karena prosesor kehabisan sumber daya komputasi. Dengan Core i7 Extreme Edition, pengguna terbebas dari pilihan sulit antara mengutamakan kecepatan dan kualitas grafis.
Itulah sekelumit kemewahan yang ditawarkan Core i7 Extreme Edition. Siapkan dana paling sedikit Rp50 juta (termasuk untuk membeli monitor) jika ingin menikmatinya. Bahkan ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah turun, tidak akan ada banyak orang sanggup menikmati kemewahan itu. (sindo//jri)
Home » techno » Menguji Prosesor Rp16 Juta