Peneliti Georgia Tech Atlanta, Jiping Liu mengatakan lebih banyak salju menutupi lapisan laut bagian atas yang saat ini kurang asin sehingga tidak terlalu padat. Lapisan ini menjadi lebih stabil sehingga mencegah suhu menghangat.
Akan tetapi, karena peningkatan jumlah gas rumah kaca yang menghangatkan lautan lepas pantai Antartika, maka dampak selanjutnya adalah tingginya curah hujan yang mencairkan salju dan es , ujar penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences.
Semakin banyak es yang mencair maka semakin banyak pula sinar matahari yang diserap di dalam laut gelap yang memantulkan kembali ke atmosfir. Dampak lebih lanjut adalah pemanasan laut dan lebih banyak es di permukaan laut yang mencair.
Hilangnya es laut juga bisa berdampak pada pengurangan jumlah gletser saat kuantitas air terus bertambah, kata Liu.
Lautan Antartika termasuk wilayah bumi yang terdingin dengan tingkat kepadatan air yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan wilayah tersebut sebagai ‘kekuatan pendorong dominan’ pola sirkulasi tiga perempat kehidupan laut.
Hasil studi ini sejalan dengan prediksi sebelumnya bahwa berkurangnya lautan es Antartika dapat menimbulkan kerugian di sisi kehidupan lain, kata Walt Meier dari National Show and Ice Data Center (NSIDC) di Boulder, Colorado.
Kevin Trenberth, ilmuwan senior di National Center for Atmospheric Research Boulder Colorado mengatakan bahwa studi ini juga menunjukkan pengaruh lubang di lapisan ozon.
Awan musim panas yang sangat cerah didorong oleh keberadaan lubang atmosfir telah bertindak sebagai perisai dari pemanasan global, ujar para ilmuwan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lubang tersebut mungkin saja menutup, mengikuti fase meluasnya unsur kimia yang disebut chlorofluorocarbons.
Saat awan yang memantulkan matahari ternyata menghilang, maka suhu di belahan bumi selatan dapat naik lebih cepat.
“Pemulihan lubang ozon di masa depan merupakan faktor utama dari perkembangan yang diharapkan,” kata Treth.[ito]
sumber:www.inilah.com
Akan tetapi, karena peningkatan jumlah gas rumah kaca yang menghangatkan lautan lepas pantai Antartika, maka dampak selanjutnya adalah tingginya curah hujan yang mencairkan salju dan es , ujar penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences.
Semakin banyak es yang mencair maka semakin banyak pula sinar matahari yang diserap di dalam laut gelap yang memantulkan kembali ke atmosfir. Dampak lebih lanjut adalah pemanasan laut dan lebih banyak es di permukaan laut yang mencair.
Hilangnya es laut juga bisa berdampak pada pengurangan jumlah gletser saat kuantitas air terus bertambah, kata Liu.
Lautan Antartika termasuk wilayah bumi yang terdingin dengan tingkat kepadatan air yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan wilayah tersebut sebagai ‘kekuatan pendorong dominan’ pola sirkulasi tiga perempat kehidupan laut.
Hasil studi ini sejalan dengan prediksi sebelumnya bahwa berkurangnya lautan es Antartika dapat menimbulkan kerugian di sisi kehidupan lain, kata Walt Meier dari National Show and Ice Data Center (NSIDC) di Boulder, Colorado.
Kevin Trenberth, ilmuwan senior di National Center for Atmospheric Research Boulder Colorado mengatakan bahwa studi ini juga menunjukkan pengaruh lubang di lapisan ozon.
Awan musim panas yang sangat cerah didorong oleh keberadaan lubang atmosfir telah bertindak sebagai perisai dari pemanasan global, ujar para ilmuwan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lubang tersebut mungkin saja menutup, mengikuti fase meluasnya unsur kimia yang disebut chlorofluorocarbons.
Saat awan yang memantulkan matahari ternyata menghilang, maka suhu di belahan bumi selatan dapat naik lebih cepat.
“Pemulihan lubang ozon di masa depan merupakan faktor utama dari perkembangan yang diharapkan,” kata Treth.[ito]
sumber:www.inilah.com